Dalam perspektif teori nature pembagian kerja secara seksual menempatkan perempuan sebagai indivisdu yang memiliki tugasa dalam rumah tangga sebagai pengurus kegiatan domestik. Bila dilihat dari sudut pandang ini, pembagian kerja yang dikenakan pada laki-laki dan perempuan berdasarka perbedaan biologis yang tercipta secara natural. Perbedaan ini telah menempatkan perempuan bekerja hanya dalam ruang domestik karena perempuan harus melahirkan anak, proses penyembuhan setelah melahirkan, dan menyusui. Sedangkan laki-laki yang tidak memiliki fase dalam kehidupan yang mengharuskan dirinya untuk tinggal di dalam ruangan (rumah) dinggap dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga yang tidak dapat dipenuhi oleh seorang perempuan, terutama pada saat melahirkan, penyembuhan pasca melahirkan, menyusui bahkan haid.
Pembagian kerja seperti ini dianggap dapat membelenggu perempuan karena mereka terisolir dan tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk membuka membuka pergaulan selain dengan anak dan suaminya, oleh karena itu mereka menjadi teralienasi dari berbagai macam informasi tentang kehidupan sosial. Padahal informasi tentang kehidupan soaial diluar keluarga—kalau seorang perempuan dituntut untuk kerja dalam lingkungan domestik secara profesional—sangat penting. Bayangkan jika perempuan yang memiliki tugas untuk mendidik seorang anak—dan dapat mengimbangi kehidupan suami—terisolir dari kehidupan sosial diluar keluarga, bagaimana dia dapat mengadaptasikan anaknya dengan kehidupan diuar? Seorang anak pasti akan bergaul dengan lingkungan luar dan lingkungan di luar rumah pasti akan mempengeruhi pola pikirmy. Kalau kehidupan di luar yang merupakan kehidupan baru dimana dia tidak pernah mendapatkan sedikitpun gambaran tentangnya, maka akan ada kebingungan dalam mengadaptasikan dirinya. Disinilah peran seorang perempuan dalam pengalaman hidup si anak. Ketika si anak tidak mendapatkan kepuasan akan kehidupan dalam perspektifnya maka kesempatan yang terbuka adalah memuaskannya dalam kehidupan diluar rumah, dan hal itu sangat berbahanya tanpa adanya pendampingan dan bekal pengetahuan yang cukup tentang kehidupan sosial diluar rumah.
Krisis kepercayaan yang terjadi dalam lingkungan sosial saat ini mendorong seseorang untuk menjadikan orang terdekatnya sebagai partnernya. Beberapa perceraian dan penyelewengan tidak hanya diakibatkan oleh permasalahan seksual semata tetapi tentang keseimbangan yang ada pada kehidupan rumah tangga. Dalam konsep marketing yang terbaru, kita mengenal “marketing in venus”, yang dibawa dari konsep ini adalah konsep pekerjaan domestik dari seprang perempuan dimana dia dapat memberikan pelayanan dan kenyamanan bagi seorang laki-laki dan anak-anaknya. Ini artinya, didalam kehiduan rumah tangga salah satu yang dibutuhkan adalah kecapakan seorang perempuan (istri) dalam mengimbangi kehidupan sosial suami, semakin tinggi status sosial dan peran sosial sang suami, beban untuk menyeimbangkan oleh seorang istri semakin berat oleh karena itu tuntuna untuk mengetahui kehidupan sosial diluar keluargapun semakin besar.
Uraian diatas tela memberikan gambaran betapa pentingnya keterbukaan bagi seorang perempuan untuk melihat fenomena sosial diluar rumah. Dulu, sebelum ada perkembnga teknologi yang secanggih sekarang, tuntutan keterbukaan itu menjadi semakin berat karena untuk membuka diri, berarti mengharuskan seorang perempuan untuk sering keluar rumah, tetapi dengan kecanggihan teknologi, seseorang dapat mengakses segala macam informasi bahkan dapat memperoleh keuntungan finansial hanya dari dalam rumah. Dlam kasus ini saya rasa tidak menjadi alasan bagi seorang perempuan untuk berprofesi menjalankan kegiatan domestik dalam rumah tangga. Tetapi hal ini pemikiran ini mungkin tidak berlaku bagi perempuan yang memliki ketertarika pada bidang lain yang menginginkan untuk lama berada di luar ruangan, tetapi mengapa harus berada di luar ruangan dengan pekerjaan yang berat jika terdapat kenyamanan di dalam rumah?